Etika Aparatur Negara Sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik
Esensi Etika Aparatur Sebagai Penyelenggara Pelayanan Publik
Birokrasi penyelenggara pelayanan publik tidak mungkin bisa dilepaskan dari nilai etika. Karena etika berkaitan dengan soal kebaikan dan keburukan di dalam hidup manusia, maka tugas- tugas dari birokrasi pelayan publikpun tidak terlepas dari hal-hal yang baik dan buruk.
Dalam praktek pelayanan publik saat ini di Indonesia, kita menginginkan birokrasi publik yang terdiri dari manusia-manusia yang berkarakter, yang dilandasi sifat-sifat kebajikan, yang akan menghasilkan kebajikan-kebajikan yang menguntungkan masyarakat dan mencegah tujuan menghalalkan segala cara.
Karakter ini harus ditunjukkan, bukan hanya menghayati nilai-nilai kebenaran, kebaikan, dan kebebasan yang mendasar, tetapi juga nilai kejuangan. Hal terakhir ini penting karena birokrasi pelayan publik ini adalah pejuang dalam arti menempatkan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi atau golongan, rela berkorban, dan bekerja keras tanpa pamrih.
Dengan semangat kejuangan itu seorang birokrat, akan sanggup bertahan dari godaan untuk tidak berbuat yang bertentangan dengan nilai-nilai kebenaran, kebaikan, keindahan, kebebasan, persamaan, dan keadilan.
Pengertian Etika Pelayanan Publik
Etika Pelayanan Publik adalah Ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral), sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah etika disebut sebagai (1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral; (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dengan memperhatikan beberapa penjelasan diatas, Bertens berkesimpulan bahwa ada tiga arti penting etika, yaitu:
1. Etika sebagai nilai-nilai moral dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya, atau disebut dengan “nilai”;
2. Etika sebagai kumpulan asas atau nilai moral yang sering dikenal dengan “kode etik”; dan
3. Etika sebagai ilmu tentang yang baik atau buruk atau sering disebut “filsafat moral”.
Secara umum nilai-nilai moral terlihat dari enam nilai besar atau yang dikenal dengan “six great ideas” yaitu nilai kebenaran (truth), kebaikan (goodness), keindahan (beauty), kebebasan (liberty), kesamaan
(equality), dan keadilan (justice).
Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang sering dinilai dari tutur katanya, sikap dan perilakunya sejalan dengan nilai-nilai tersebut atau tidak. Begitu pula dalam pemberian pelayanan publik, tutur kata, sikap dan perilaku para pemberi pelayanan seringkali dijadikan obyek penilaian dimana nilai-nilai besar tersebut dijadikan ukurannya.
Dalam dunia pelayanan publik, etika diartikan sebagai filsafat moral atau nilai, dan disebut dengan “profesional standars” (kode etik) atau “right rules of conduct” (aturan perilaku yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik.
Sebuah kode etik merumuskan berbagai tindakan apa, kelakuan mana, dan sikap bagaimana yang wajib dijalankan atau dihindari oleh para pemberi pelayanan. Aplikasi etika dan moral dalam praktek dapat dilihat dari kode etik yang dimiliki oleh birokrasi publik. Kehadiran kode etik itu sendiri lebih berfungsi sebagai kontrol lansung sikap dan perilaku dalam bekerja, mengingat tidak semua aspek dalam bekerja diatur secara lengkap melalui aturan atau tata tertib yang ada dalam suatu organisasi pelayanan publik.
Mengenai bentuk pelayanan tidak terlepas dari tiga macam pelayanan yaitu :
1. Pelayanan dengan lisan
Pelayanan dengan lisan dilakukan oleh petugas-petugas dibidang hubungan masyarakat, dibidang layanan informasi dan di bidang-bidang lain yang tugasnya memberikan penjelasan atau keterangan kepada siapapun yang memerlukan;
2. Pelayanan melalui tulisan
Pelayanan berbentuk tulisan Ini merupakan jenis pelayanan dengan memberikan penjelasan melalui tulisan di dalam pengelolaan masalah masyarakat. Pelayanan dalam bentuk tulisan ini terdiri dari dua jenis yakni:
a. Pelayanan yang berupa petunjuk, informasi dan yang sejenis ditujukan kepada orang-orang yang berkepentingan agar memudahkan mereka dalam berurusan dengan institusi atau lembaga,
b. Pelayanan yang berupa reaksi tertulis atas permohonan, laporan, keluhan, pemberian/penyerahan, pemberitahuan dan lain sebagainya;
3. Pelayanan dengan perbuatan
Pelayanan berbentuk perbuatan Dalam kenyataan sehari-hari jenis layanan ini memang tidak terhindar dari layanan lisan, jadi antara layanan perbuatan dan layanan lisan sering bergabung. Hal ini disebabkan karena hubungan lisan paling banyak dilakukan dalam hubungan pelayanan secara umum. Hanya titik berat terletak pada perbuatan itu sendiri yang ditunggu oleh orang yang berkepentingan.
Jadi tujuan utama ialah mendapatkan pelayanan dalam bentuk perbuatan atau hasil perbuatan, bukan hanya sekedar penjelasan dan kesanggupan secara lisan. Disini faktor kecepatan dalam pelayanan menjadi dambaan setiap orang, disertai dengan kualitas hasil yang memadai.
Di Indonesia pelayanannya masih kurang baik
BalasHapusSemoga kedepan pelayanan yang di berikan ASN lebih baik lagi
Hapus